Sumut, WI,-Eksistensi Tradisi Pengobatan Pilis dengan rimpang kunyit di tengah masyarakat akar rumput di Kota Medan diperkirakan telah ada sejak ratusan silam dan diprediksi akan terancam punah. Para Tabib Pilis Kunyit tersebut rata-rata sudah berusia lanjut.
Seorang peneliti pengobatan tradisional. Kunyit sendiri dalam bahasa latin di kenal dengan istilah curcuma longa atau turmeric rhizome dalam bahasa Inggris. Dengan menggunakan rimpang kunyit atau anak kunyit sebagai media deteksi, sang Tabib membacakan doa-doa tertentu yang dikutip dari AlQuran, dan bermohon kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, agar diberikan petunjuk perihal gangguan kesehatan pasien yang sedang berobat kepadanya. Salah satu Tabib Pilis rimpang kunyit tersebut adalah nenek Sumiani (77 tahun), yang akrab disapa dengan panggilan nek ‘Sumi’ atau ‘Mualimah’, yang tinggal di Jalan Meteorologi, kelurahan Titi Kuning, Medan Johor, ia telah melakukan pilis RK sejak 30 (tiga puluh) tahun lalu.
Penulis mendapat informasi keberadaan nek Sumi dari Adi (30 tahun), berprofesi sebagai tukang bengkel di Jalan Karya Bakti, Medan Johor. Adi sendiri berobat pilis kunyit dengan nek Sumi berdasarkan anjuran atau saran dari sang mertua yang kebetulan tinggal di lingkungan yang berdekatan dengan nek Sumi. Menurut cerita yang disampaikan oleh nek Sumi kepada penulis bahwa ilmu pengobatan pilis kunyit yang dikuasai dan dipraktikkannya merupakan pengetahuan pengobatan tradisional dengan amalan doa-doa yang diturunkan langsung secara lisan oleh almarhum ayahnya H. Abdul Ghani, yang dulu merupakan seorang dukun besar atau tabib terkenal di Desa Dalu, Tanjung Morawa, Deli Serdang. Panggilan ‘Mualimah’ sendiri menurutnya diberikan oleh masyarakat sekitar karena nek Sumi juga aktif mengajar sebagai guru mengaji Al-Quran serta seorang pembimbing lagu Marhaban, di berbagai hajatan pernikahan, dan lain sebagainya.
Masyarakat yang berobat ke nek Sumi tidak hanya berasal dari Medan Johor namun ada juga datang dari Medan Tembung bahkan Percut Sei Tuan, Deli Serdang. Selain itu ada juga nenek Rohima atau akrab disapa dengan nek ‘Roma’ (71 tahun) yang tinggal di Desa Harjosari II, Medan Amplas.
Menurutnya kebanyakan yang datang berobat pilis RK selain merupakan tetangga sekitar, ada juga yang berasal dari kecamatan Medan Perjuangan, Medan Sunggal dan Tembung. Mereka mengetahui keberadaan nek Roma sebagai tabib pilis RK dari orang lain yang pernah berobat kepadanya, selain dari tukang jamu, tukang jahit, tukang becak, dan sebagainya.
Ketika ditanya tentang biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat yang berobat, baik nek Mualimah dan Rohima menjawab ,”sukarela berapapun diberikan”. Sedangkan, pewaris tradisi pengobatan pilis kunyit yang sudah dipraktekkan mereka bertahun-tahun belum tentu bisa diwariskan ke anak-anak atau cucu mereka. Ada beberapa syarat wajib yang harus dipatuhi yakni menjaga ibadah seperti Sholat, tidak boleh menolak pasien yang meminta tolong dan menghafal bacaan doa-doa dengan tekun. Hal ini yang menjadi faktor belum adanya generasi penerus dari keluarga yang akan mewariskan tradisi pengobatan pilis kunyit menjadi “Hidup Segan Mati Tak Mau” kendati pun telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kearifan lokal masyarakat akar rumput yang ada di kota Medan.
(RMH-red)